Minggu, 05 April 2020

Paradinei

Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, majas, versifikasi (rima, ritma, dan metrum), dan tipografi puisi. Struktur batin terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat. Kedua struktur itu terjalin dan terkombinasi secara utuh yang membentuk dan memungkinkan sebuah puisi memantulkan makna, keindahan, dan imajinasi bagi penikmatnya. Dibandingkan dengan bentuk karya sastra yang lain, bahasa puisi lebih bersifat konotatif. Bahasanya lebih banyak memiliki kemungkinan makna.

Berdasarkan fungsinya, puisi Lampung dapat dibedakan atas lima jenis:
1. paradinei/paghadini/tetangguh
2. pepaccur/pepaccogh/wawancan
3. pattun/segata/adi-adi4. bebandung5. ringget/pisaan/highing-highing/wayak/ngehahaddo/hahi-wang

Istilah paradinei dikenal di lingkungan masyarakat Lampung dialek O. Di lingkungan masyarakat Lampung dialek A dikenal dengan istilah paghadini (di lingkungan masyarakat Lampung dialek A Sebatin dikenal dengan istilah tetangguh). Puisi jenis ini digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat.

Pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat, sebelum rombongan tamu (yang terdiri atas arak-arakan) menginjakkan kaki di kediaman tuan rumah, mereka dihadang oleh pihak tuan rumah (yang terdiri atas arak-arakan pula). Acara penghadangan itu dikenal dengan istilah nebak appeng (dialek O) atau nebak appong (dialek A) yang bermakna 'menutup gapura'. Dalam acara penghadangan itu digunakanlah sastra lisan jenis paradinei sebagai media untuk berkomunikasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar